In Memoriam – Pak Andar
Tukang Ngantar Selamat: Tetelestai
SENIN kemarin hape saya dihujani berita dukacita bahwa Pdt. Em. Andar Ismail telah berpulang ke rumah Bapa di surga pada 25 Agustus kemarin. Tak terbendung, aliran kenangan tentang Pak Andar membanjiri benak saya. Meluap. Berebut untuk keluar.
Pengalaman paling berkesan dan tiada henti saya syukuri adalah ketika saya (ditemani mama mertua) berkunjung ke rumahnya di bilangan Kelapa Gading. Sekitar enam belas tahunan yang lalu. Apartemennya kecil. Hanya kurang dari empat puluh meter persegi. Sederhana. Rapi dan sejuk. Kami disambut dengan sangat ramah oleh Pak Andar dan Ibu Stans. Beliau selalu memanggil nama saya dengan jelas dan mata berbinar: "Emil!" Saya membawa beberapa edisi buletin Reformedia yang saya kerjakan di gereja kami di Sydney. Beliau nampak girang kalau mengetahui passion-nya menulis menular ke orang lain. Kami berbincang santai dan berbagi updates setelah cukup lama tak bertemu.
Beberapa bulan sesudah itu, Pak Andar menulis surat kepada kami dalam bahasa Inggris (menjelang kehadiran anggota baru keluarga kami) dengan tulisan tangannya sendiri. Senang sekali rasanya. Surat itu masih ada di laci bedside table saya hari ini. Baru saja saya baca ulang. Beliau menulis "Dear Natalia and Emil, we rejoice with you for the gift of life from God you're now preparing through the birth of...." Kalimat penutupnya berbunyi "Please note that Bab 22 "Dua Doa Teman Hidup" in Selamat Berteman are two prayers with/for you, one for the pre-partum, one for post-partum. Sincerely, Stans and Andar" dengan ciri khasnya di mana huruf r dari namanya digores buang amat panjang ke kanan. Dulu Pak Andar pernah memimpin Pemahaman Alkitab dalam bahasa Inggris di GKI Samanhudi (di ruang konsistori). Yang tentunya menjadi acara favorit saya. Salah satu topiknya, kalau tidak salah ingat, membahas Ecclesiastes. Pak Andar mengatakan bahwa kitab Pengkhotbah bukan ditulis oleh raja Salomo, melainkan oleh seseorang yang menempatkan diri dan menulis seturut dengan jalan hidup dan pemikiran Salomo.
Needless to say, saya adalah pencinta buku seri Selamatnya yang legendaris. Practically, setiap tahun Pak Andar mengeluarkan satu buku baru sejak Selamat Pagi, Tuhan! terbit di 1992. Saya selalu usahakan mendapatkannya, baik membeli sendiri atau nitip ke sanak/teman yang akan pulang ke Indonesia. Tak heran, jumlah buku Selamatnya sudah mencapai 33 judul yang tiap judulnya berisi 33 renungan. Jadi Pak Andar sudah menghasilkan paling sedikit 1.089 tulisan. Masih ditambah buku-buku lain di luar itu seperti Awam dan Pendeta: Mitra Membina Gereja, Tuhan Ampunilah Kecerobohanku (buku anak), dan yang amat saya gemari Witnessing for Jesus: Reflections by an Indonesian Pastor karena ini satu-satunya yang berbahasa Inggris. Bukan kumpulan renungan, namun isinya enak dibaca. Sangat memperkaya perbendaharaan kosakata dan frase bahasa Inggris saya. Pernah saya bertanya langsung ke beliau, kenapa tidak lebih banyak menulis buku dalam bahasa Inggris. Tidak akan ada banyak yang tertarik, demikian kira-kira respons beliau. Hmm, bener juga. Lebih baik bikin tulisan yang dampaknya bisa lebih maksimal.
Satu lagi kenangan saya mengenai Pak Andar adalah ketika mengikuti rangkaian Seminar Bina Jurnalistik yang diselenggarakan oleh GKI Samanhudi pada tahun 1998. Salah satu acaranya, selain melakukan kunjungan ke kantor harian Suara Pembaruan di Cawang, adalah seminar Menulis Resensi Buku yang dipimpin oleh Pdt. Andar Ismail.
Berbeda dengan kebanyakan pembicara/penceramah, poin-poin yang diajarkan beliau di seminar itu, istilah sekarang, isinya daging semua! Satu tips penting yang beliau bagikan adalah ketika menulis book review, kutipkan satu dua kalimat dari buku itu secara utuh. Tujuannya agar pembaca bisa mencicipi secara langsung keindahan tulisan sang pengarang. Wow! Saya terapkan semua prinsip dan tips yang beliau bagikan ketika mengikuti lomba menulis resensi buku pada tahun yang sama. Alhasil, resensi buku saya terpilih sebagai salah satu finalis. Tidak menang. Penentuan juara dilakukan melalui wawancara lisan dengan beberapa orang juri di GKI Gunsa. (Agak mengherankan, gumam saya, alih-alih diminta menulis lagi untuk kemudian dinilai pada babak final, kok malah dihadapkan ke judge panel seperti sidang skripsi atau job interview padahal ini lomba menulis, bukan lomba bercakap.)
Sebelum bertolak ke Australia sekitar pergantian Y2K, Pak Andar sempat memperkenalkan saya dengan seorang anggota jemaat senior GKI Samanhudi yang sudah lama tinggal di Sydney. Mungkin itu terakhir kali saya bertemu beliau sebelum di kemudian hari kami bertandang ke rumahnya. Kalau Anda perhatikan sampul belakang dari beberapa buku Selamat, ada gambar karikatur wajah beliau. Gambar karikatur jenaka itu pula yang ditempel di pintu rumahnya. Tak pelak, saya pun meminta foto bersama dengan beliau di sana. Ahh, Pak Andar, tak disangka rupanya lumayan banyak memori indah bersamanya dulu. Kalau dipikir-pikir, siapalah saya ini, sedangkan beliau pendeta senior, dosen STT, doktor ilmu PAK, pengarang buku terkenal pula! Tapi itulah dia. Sangat humble dan lembut, tapi amat excited ketika pembicaraan beralih ke soal buku-bukunya. Ia bahkan pernah meminta saya (dan banyak fans Seri Selamat lain tentunya) untuk tidak segan mengusulkan judul buku Selamat berikutnya ke beliau.
Sebagai seorang penulis, Pak Andar mempunyai memori yang kuat. Beliau masih ingat banyak hal-hal detail di masa lampau seperti misalnya tahun keberangkatan saya pertama ke LN. Padahal saya hanya seorang anggota jemaat biasa, bukan mantan muridnya di sekolah teologi, bukan anak petinggi gereja, bukan rekan kerja BPK Gunung Mulia yang menerbitkan buku-buku beliau. Masih krucuk pula (meminjam istilah beliau di bukunya). Pak Andar juga ingat nama adik saya (Adam) hanya karena dia pernah ikut menghadiri 1-2x English Bible Study-nya di GKI Samanhudi lebih dari 7 tahun sebelumnya. Beliau pun masih ingat pertama kali saya meneleponnya dari Sydney. Selain itu, beliau juga masih mengingat alamat lama Pdt Robby & Ibu Inge Moningka di Jakarta ketika saya memperlihatkan foto IRC. Di akhir kunjungan, sebelum berpisah Pak Andar berdoa untuk keluarga kami. Doanya begitu teduh. Perlahan. Jelas. Kata demi kata.
Sebagai pembaca dan penggemar Seri Selamat, saya ingin merekomendasikan 33 buku Selamat karangan Dr. Andar Ismail jikalau Anda belum tahu atau belum pernah membacanya. Tiga di antaranya yang bertengger di atas menurut versi saya ialah sebagai berikut. Selamat Panjang Umur (1995) mencakup begitu banyak aspek hidup dan dimensi iman. Sudah beberapa kali saya menghadiahkan buku ini kepada kawan yang berulang tahun. Kemudian Anda tak bisa melewatkan Selamat Mengikut Dia (1994) yang paling bernas doktrinal mengajak kita mengenal Kristus secara mendalam lewat pelbagai tulisan pendek yang dikemas menarik. Sebetulnya sulit untuk menentukan yang ketiga karena begitu banyak calonnya, tapi mungkin saya nominasikan dua, yakni Selamat Berkarya (1998) dan Selamat Melayani Tuhan (1996) sekalian Anda mencicipi nikmatnya bagian akhir dari bab 33 "Sampai Sumbu Penghabisan" di bawah ini.
Sebetulnya, buku terbaru beliau berjudul Tukang Ngantar Selamat: 33 Renungan tentang Percaya Diri (terbit 2023) yang merupakan kelanjutan Seri Selamat karena dinamai "Seri Selamat Sambung" dan ini buku pertamanya. Akan tetapi, pada akhirnya, "seperti batang lilin hidup dan pelayanan kita juga pada suatu waktu akan berakhir. Ada waktu untuk menyala, ada waktu untuk padam. Nanti ada lilin lain yang akan menggantikan dan meneruskan. Tetapi selama kita masih bisa bersinar, kita bersinar terus… Selama Tuhan masih memberi kesempatan… Terus melayani. Terus bersinar sampai sumbu dan batang lilin yang penghabisan."
Pak Andar sudah bersinar sembari meleleh dan akhirnya tiba pada "sumbu penghabisan". Meninggalkan kita semua. Kembali ke keabadian menempati ruangan yang sudah dipersiapkan oleh Sang Kyrios in the Father's house (Yoh 14:2). Thankfully, ia juga tetap di sini bersama kita dalam kelestarian karya dan karsanya. Ternyata inilah rahasia hidup abadi dua kali. Mengikut Kristus itu abadi (Yoh 11:25). Di kekekalan baka. Berbuah meninggalkan karya pena itu abadi (Ayub 19:23). Meniti di hati insani. Menyusup menuju kalbu para pembaca. "Karena buku itu pintu kalbu", bisik Pak Andar seraya tersenyum menjejaki hari pertamanya di pelataran firdaus. (EJ – 26 Agustus 2024)
Buku itu Pintu Kalbu, tertulis di pintu salah satu ruangan di rumah Pak Andar.
No comments:
Post a Comment