The Lost Meanings of Christmas
RICHARD PRATT, seorang profesor Perjanjian Lama dari sebuah Seminary di Orlando, pernah membawakan suatu seminar khusus yang bertemakan Upside Down Worship. Intinya hari ini ibadah orang Kristen sudah terlalu banyak menyimpang dari fokus yang sesungguhnya. Hal utama bukannya menjadi yang terutama melainkan telah ber(di)geser oleh aksesori-aksesori lain yang menjauhkan perhatian jemaat dari makna ibadah yang benar yang berpusatkan hanya kepada dan memuliakan Allah saja. Pratt mengacu pernak-pernik lain yang distractive tersebut kepada ibadah/kebaktian yang telah turun derajat menjadi sekedar 'persekutuan' dengan teman-teman, berubah fungsi menjadi sarana entertainment, berbagai macam terapi penyembuhan, atau sebaliknya khotbah yang lebih mirip lecture daripada sermon.
Hal yang utama seharusnya menjadi yang terutama, jangan terbalik atas bawah. Demikian pula dengan momen
Makna Natal yg terhilang
Natal seharusnya menjadi momen di mana ada kontemplasi dan kesadaran penuh yang semakin dalam tentang mengapa dan bagaimana mungkin Allah Pencipta manusia telah begitu rela dan kasih untuk berinkarnasi dan masuk ke dalam ke dunia yang kotor ini, hidup dan menjadi sama dengan manusia ciptaan-Nya. Oswald Chambers di bukunya My Utmost for His Highest menegaskan
Namun Natal hanyalah bagian pertama dari serangkaian tindakan Allah dalam rencana keselamatan yang sudah ditentukannya semenjak manusia jatuh ke dalam dosa. Natal menjadi tak berarti apa-apa apabila tidak diikuti oleh Jumat Agung, Paskah, dan Kenaikan. Karena itu pesan Natal yang sejati dan utuh sesungguhnya bukan hanya ekspresi kasih Tuhan kepada manusia tetapi juga ungkapan keadilan Allah atas pemberesan hutang dosa umat manusia yang tidak mungkin 'diurus' (dibayar) dengan perbuatan amal atau menjadi pertapa sekalipun. Kasih dan keadilan Allah terlihat lengkap dan seimbang dari palungan hingga bukit Golgota. Dari sisi keadilan, kemanusiaan Yesus Kristus memungkinkan Ia menggantikan kita menerima murka Allah di kayu salib dan mengalami perpisahan dengan Bapa-Nya yang adalah 'kematian' dalam arti sebenarnya. Dari sisi kasih, keilahian Yesus Kristus melayakkan Dia untuk menjadi korban yang sempurna dan tak bercacat sehingga tubuh yang tercabik dan darah-Nya yang tercurah bernilai tak terbatas bagi seantero milyaran manusia berdosa yang pernah hidup dan akan dilahirkan di atas bumi ini.
Sesuai dengan mandat penginjilan dari Tuhan Yesus sebelum Ia naik ke surga, gereja dan jemaat per pribadi seharusnya menggunakan Natal sebagai kesempatan emas untuk menyampaikan pesan Injil yang murni dan yang menyelamatkan. Donasi kepada kaum papa dan tertindas amatlah bijaksana namun kesempatan pemberitaan Kabar Baik hendaknya tidak terlewatkan karena manusia sebetulnya membutuhkan lebih daripada sekedar ikan atau pancing tetapi yang terutama Sang Pencipta ikan itu sendiri. Kecenderungan yang memprihatinkan adalah gereja malah seolah "berlomba" menyelenggarakan Christmas celebration yang semeriah mungkin, musical performance yang wah, kalau perlu mengundang artis. Tidak seluruhnya salah tetapi pergeseran makna
Dalam kerangka rencana besar penyelamatan Tuhan,
Natal Bersama