Friday, March 21, 2008

I Can't Believe...!

Lebih dari delapan tahun yang lalu, ketika menjejakkan kaki pertama kali di Australia dan termangu di atas balkon rumah homestay yang saya tumpangi, saya berteriak kepada diri sendiri dan Tuhan: "I can't believe I'm in Australiaaa!!" Ketika tinggal menghitung hari-hari menjelang saat mengakhiri masa lajang, kembali ada teriakan dalam hati: "I can't believe I'm getting married!" Sesaat setelah putri pertama kami lahir –bahkan terkadang hingga saat ini– saya pun berteriak (tanpa suara) dengan bersyukur: "Lord, I can't believe you gave us a child!"

Sebetulnya kalau mau, saya bisa menyerukan teriakan yang sama setiap hari dalam hampir setiap adegan kehidupan. "I can't believe I could get up this morning with a healthy body!" "I can't believe I could enjoy this nice dinner!" "I can't believe I've got a new job already!" "I can't believe I have my parents here with me now!" "I can't believe this! I can't believe that!"

Daftar teriakan "I can't believe…!" ini tidak akan pernah bisa selesai sepanjang hari-hari kita bergantung dan berharap kepada Tuhan. Kita mengakui apa pun yang kita miliki baik dari hasil usaha, kerja, kecerdasan kita maupun sekadar hoki atau yang nampaknya kebetulan semuanya adalah bersumber dari Sang Khalik Sendiri. Terdengar sederhana, namun konsep pengakuan khas Kristen berjudul Soli Deo Gloria (segala kemuliaan hanya milik Allah) ini sulit dianut oleh banyak orang yang merasa dirinya adalah tuhan-nya.

Melangkah lebih jauh, adakah kita hanya bisa mensyukuri berkat jasmani (uang, karier, kesehatan, keluarga) namun merasa janggal untuk juga berteriak: "I can't believe, o Lord, you have to suffer so much, tortured, humiliated, crucified on the Cross just for the sake of us this lowly creature!" Demi memenuhi tuntutan (standar) keadilan Allah, Kristus harus menghadapi pengadilan yang paling tidak adil dan mengalami ketidakadilan terbesar begitu rupa sepanjang sejarah manusia. Akan tetapi, pada poin inilah bersandar keunikan iman Kristen dibanding pelbagai agama lain. Dengan adanya konsep substitusi (penggantian), kita dapat membuktikan kepada dunia keberadaan dua sifat Ilahi dari Tuhan yang berkenaan dengan 'masa depan' manusia sesudah kehidupan di bumi ini.

Maha Pengasih dan Mahaadil. Tanpa Allah menuntut segala hutang dosa dan ketidaksempurnaan kita manusia dilunasi dengan penumpahan darah (Ibrani 9:22) –sebagaimana dulu dosa manusia dibayar dengan menumpahkan darah hewan (ingat peristiwa Abraham/Ishak & Hari Raya Idul Adha), Allah tidaklah Mahaadil. Di pihak lain, tanpa Allah Bapa mendesain Rencana Keselamatan dengan mengutus Allah Anak ke dalam dunia menjadi manusia dalam Diri Yesus Kristus untuk men-substitute penghukuman akibat dosa yang seharusnya kita terima, jelas Dia bukan Allah yang penuh Kasih. Ingat ilustrasi seorang hakim yang harus menegakkan keadilan dengan menghukum mati adiknya yang bersalah, tetapi kemudian diam-diam menggantikan adiknya dari hukuman mati itu. Tuhan Yesus bersabda: "Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yoh 15:13).

Hidup kita penuh dengan lompatan-lompatan iman yang diwarnai dengan teriakan "I can't believe…!" Pada hari ketiga nanti (Minggu) ketika kita akan merayakan Kebangkitan Yesus (kemenangan atas maut), Saudara dan saya dapat berseru: "I can't believe He is risen! He is risen from the dead! He is risen indeed!" Jesus is indeed true Lord & God. Selamat memperingati Jumat Agung dan semakin menyelami keagungan maknanya! (EJ)

ditulis di atas kereta untuk
Warta Jemaat Indonesian Reformed Church, Sydney
21 Maret 2008