Thursday, November 24, 2005

The Lost Meanings of Christmas

RICHARD PRATT, seorang profesor Perjanjian Lama dari sebuah Seminary di Orlando, pernah membawakan suatu seminar khusus yang bertemakan Upside Down Worship. Intinya hari ini ibadah orang Kristen sudah terlalu banyak menyimpang dari fokus yang sesungguhnya. Hal utama bukannya menjadi yang terutama melainkan telah ber(di)geser oleh aksesori-aksesori lain yang menjauhkan perhatian jemaat dari makna ibadah yang benar yang berpusatkan hanya kepada dan memuliakan Allah saja. Pratt mengacu pernak-pernik lain yang distractive tersebut kepada ibadah/kebaktian yang telah turun derajat menjadi sekedar 'persekutuan' dengan teman-teman, berubah fungsi menjadi sarana entertainment, berbagai macam terapi penyembuhan, atau sebaliknya khotbah yang lebih mirip lecture daripada sermon.

Hal yang utama seharusnya menjadi yang terutama, jangan terbalik atas bawah. Demikian pula dengan momen Natal ini. Sudah terlalu sering Natal disambut dengan amat gembira dan penuh perencanaan hanya karena inilah waktu yang paling tepat sepanjang tahun untuk menggelar mega sale (bagi kalangan bisnis), shopping dan bertemu keluarga jauh (bagi para konsumen dan sebagian kita), dan kebaktian spesial bagi kalangan gerejawi. Event Natal yang memang dekat dengan akhir tahun sudah menjadi begitu biasa dan rutin dirayakan di hampir setiap perusahaan dalam bentuk Christmas party. Sampai-sampai ATO harus mengadakan aturan khusus untuk Christmas party ini karena termasuk kategori provision of meal entertainment to employees yang berpotensi terjaring ke dalam FBT (Fringe Benefit Tax). Ironisnya, tidak pernah satu kali pun nama Kristus atau Yesus yang adalah bayi Natal itu disebut. Jangankan disebut, diingatkan pun tidak. Natal menjadi seperti perayaan ultah yang paling terkasihan bagi yang berulang tahun karena malah Dia yang paling tersisihkan dari pesta itu sementara para undangan makan minum bersenda gurau haha hihi di balik kerudung berjudul "Natal".

Makna Natal yg terhilang

Natal seharusnya menjadi momen di mana ada kontemplasi dan kesadaran penuh yang semakin dalam tentang mengapa dan bagaimana mungkin Allah Pencipta manusia telah begitu rela dan kasih untuk berinkarnasi dan masuk ke dalam ke dunia yang kotor ini, hidup dan menjadi sama dengan manusia ciptaan-Nya. Oswald Chambers di bukunya My Utmost for His Highest menegaskan Natal bukanlah manusia yang lahir dan dibesarkan lalu dinobatkan menjadi Allah melainkan Allah sendiri yang menjelma menjadi manusia. Berinkarnasi berarti menjadi daging dengan segala kelemahan dan kedagingan yang melekat dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Namun Natal hanyalah bagian pertama dari serangkaian tindakan Allah dalam rencana keselamatan yang sudah ditentukannya semenjak manusia jatuh ke dalam dosa. Natal menjadi tak berarti apa-apa apabila tidak diikuti oleh Jumat Agung, Paskah, dan Kenaikan. Karena itu pesan Natal yang sejati dan utuh sesungguhnya bukan hanya ekspresi kasih Tuhan kepada manusia tetapi juga ungkapan keadilan Allah atas pemberesan hutang dosa umat manusia yang tidak mungkin 'diurus' (dibayar) dengan perbuatan amal atau menjadi pertapa sekalipun. Kasih dan keadilan Allah terlihat lengkap dan seimbang dari palungan hingga bukit Golgota. Dari sisi keadilan, kemanusiaan Yesus Kristus memungkinkan Ia menggantikan kita menerima murka Allah di kayu salib dan mengalami perpisahan dengan Bapa-Nya yang adalah 'kematian' dalam arti sebenarnya. Dari sisi kasih, keilahian Yesus Kristus melayakkan Dia untuk menjadi korban yang sempurna dan tak bercacat sehingga tubuh yang tercabik dan darah-Nya yang tercurah bernilai tak terbatas bagi seantero milyaran manusia berdosa yang pernah hidup dan akan dilahirkan di atas bumi ini.

Sesuai dengan mandat penginjilan dari Tuhan Yesus sebelum Ia naik ke surga, gereja dan jemaat per pribadi seharusnya menggunakan Natal sebagai kesempatan emas untuk menyampaikan pesan Injil yang murni dan yang menyelamatkan. Donasi kepada kaum papa dan tertindas amatlah bijaksana namun kesempatan pemberitaan Kabar Baik hendaknya tidak terlewatkan karena manusia sebetulnya membutuhkan lebih daripada sekedar ikan atau pancing tetapi yang terutama Sang Pencipta ikan itu sendiri. Kecenderungan yang memprihatinkan adalah gereja malah seolah "berlomba" menyelenggarakan Christmas celebration yang semeriah mungkin, musical performance yang wah, kalau perlu mengundang artis. Tidak seluruhnya salah tetapi pergeseran makna Natal amat berpotensi telah terjadi. Hal yang utama tidak lagi menjadi yang terutama karena tergantikan oleh rupa-rupa aksesori yang memindahkan konsentrasi jemaat dari misi Sang Bayi Natal ke sang artis pujaan atau distraction yg lain.

Dalam kerangka rencana besar penyelamatan Tuhan, Natal juga menjadi milestone di mana kita mengingat bahwa kedatangan Yesus yang pertama kali sekitar 2.000 tahun yang lalu akan disusul oleh kedatangan-Nya yang kedua. Kapan waktunya tidak ada yang tahu selain Bapa sendiri. Karena itu, orang percaya perlu bersiap dari sekarang.

Natal Bersama

Penginjilan bukanlah kristenisasi. Kita tidak dituntut untuk "menghasilkan buah" secara langsung melainkan yang terpenting adalah kita melakukan bagian kita dan Roh Kudus yang bekerja seterusnya. Demikian pula dalam kesempatan merayakan Natal bersama ini, keseimbangan antara kebersamaan dan peran serta setiap anggota tubuh Kristus dengan pencapaian hasil terbaik perlu diupayakan seoptimal mungkin. Pernyataan 'proses lebih penting daripada hasil' dapat berlaku dalam konteks ini mengingat kepanitiaan yang melibatkan begitu banyak gereja dengan keunikannya masing-masing bukanlah suatu hal yang sederhana. Asal dikerjakan dan didoakan dengan sungguh dan semaksimal mungkin, pasti ada berkat Tuhan di dalamnya. Berkat rohani yang menyentuh relung hati dan pikiran setiap kita untuk mempersembahkan ibadah bersama segenap tubuh Kristus di kota Sydney ini yang menjadi hadiah Natal nan terindah bagi Dia yang pernah terlahir dan menjadi bagian dari sejarah dunia bagi keselamatan manusia. Selamat Natal dan Selamat Menjelang Tahun 2006. – EJ

Tuesday, November 08, 2005

Adegan Kehidupan II

KISAH DUA SEJOLI (1)

Wangi semerbak padang rerumputan
Dua sejoli mengikat janji tanda cinta
bersama menganyam kebahagiaan
di antara canda dan tetes air mata


KISAH DUA SEJOLI (2)

Altar gereja kuno pagi-pagi nian
Empat lutut terjatuh memohon berkat dan jaga
suka duka mengarungi kehidupan
melaju di atas bahtera rumah tangga


E-Jay & Associates (C) 2005
Semak Merah, May 2005