Saturday, June 07, 2008

Manfaat Keraguan

KOLOM BAHASA

HAMPIR setiap kata dalam suatu bahasa mempunyai terjemahan dalam bahasa lain.
Kalau pun tidak ada, paling tidak ada padanannya yang paling mendekati. Contohnya kata membina tidak ada translasi yang pas 100% dalam bahasa Inggris. Lain halnya dengan suatu ungkapan yang berpeluang jauh lebih besar tidak dapat diterjemahkan ke bahasa sasaran terutama karena faktor budaya dan tradisi lokal. Misalnya ungkapan 'si jago merah' tidak mungkin diterjemahkan secara literal menjadi 'the mighty red' yang tentunya tidak berarti apa-apa bagi English native speakers. Atau ungkapan 'pagar makan tanaman' akan lebih sulit dijelaskan dalam bahasa Inggris daripada 'si jago merah' yang cukup ditulis 'the enormous fire' saja sebagai terjemahan harafiahnya.

Demikian pula bahasa Inggris amat kaya dengan ungkapan atau idiom yang tidak dapat segera diekspresikan maknanya dalam bahasa Indonesia karena tidak memiliki ungkapan yang setara dengan itu. Kalau Anda melihat judul tulisan ini terasa janggal, Anda benar sekali. Ungkapan 'manfaat keraguan' tidak bermakna apa pun dalam Bahasa Indonesia karena hanyalah forced translation dari ungkapan 'benefit of the doubt' dalam bahasa Inggris. Suatu ungkapan yang cukup sering dipergunakan dalam komunikasi di masyarakat penuturnya, tetapi mungkin belum sempat kita amati dan terapkan dalam kehidupan.

Cukup lama saya berpikir bagaimana suatu doubt (keraguan) memiliki manfaat (benefit)? Atau di mana benefitnya kalau saya sedang doubtful? Ungkapan ini ternyata ditujukan dari orang pertama (saya) kepada orang ketiga (dia) atau orang kedua (Anda). Ketika saya sedang meragukan seseorang (ketidakpastian mengenai suatu masalah), ada baiknya saya memberikan dia 'benefit of the doubt', yang berarti saya memutuskan untuk mempercayai dia dan mengesampingkan segala pemikiran buruk atas apa yang terucap atau dilakukan oleh orang tersebut meskipun ada sedikit kecurigaan yang wajar untuk itu. Makna kedua dari memberi 'benefit of the doubt' adalah kita memberi kesempatan kedua kepada pihak lain untuk mengkonfirmasi keraguan kita atas gejala-gejala yang kurang baik yang sudah kita cermati pada kesempatan pertama. Jadi analisis atas istilah 'manfaat keraguan' akan seolah menemukan dua sisi, yakni sisi terang dan sisi gelap. Memberi 'benefit of the doubt' berarti menampilkan sisi terang dari doubt dan percaya (sekali lagi) bahwa saudara kita ini tidaklah seburuk/seperti yang kita bayangkan.

Contoh penerapan dalam kalimat: Seseorang yang Anda sudah kenal lama dengan baik diisukan memiliki niat atau tabiat kurang terpuji oleh pihak tertentu. Saudara dapat mencegah dan menghentikan isu tersebut dengan berkata satu sama lain: "People tell me we can't trust him anymore, but I'm willing to give him the benefit of the doubt." untuk kemudian mengklarifikasi issue ini langsung dengan yang bersangkutan. Seseorang yang berada pada posisi central seperti tokoh masyarakat atau pemimpin gerejawi yang kerap kali harus membuat pernyataan atau laporan di depan publik amatlah membutuhkan 'benefit of the doubt' dari kita semua, members of the public baik negara maupun gereja.

Pada hakikatnya, setiap kita bukan hanya perlu memberi tapi juga membutuhkan 'benefit of the doubt' ini dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan yang sarat dengan pembelajaran komunikasi antarpribadi, pergaulan dengan lingkungan, terlebih dalam konteks keluarga, gereja, dan antargereja. Bahkan Allah sendiri meng-expose Diri-Nya sendiri terhadap luka-luka kekecewaan dan kesedihan mendalam setelah Ia menyodorkan 'The Benefit of the Doubt' kepada manusia dan memberikan kesempatan kepada ciptaan-Nya untuk bertobat dan percaya kepada-Nya – padahal di dalam kemahatahuan-Nya (God’s omniscience), Dia tahu jelas akan seperti apa pemberontakan manusia kelak. Akan tetapi, kita yang belum percaya masih terus dan terus mengeraskan hati untuk menerima Kristus, dan bagi kita yang sudah percaya masih terus dan terus berlanjut dalam dosa keengganan mengerjakan lebih banyak lagi keselamatan yang sudah diterima dengan takut dan gentar (Filipi 2:12). Satu hal yang perlu kita imani dengan jelas adalah bahwa pihak TUHAN-lah yang telah memperlihatkan benefit of the doubt-Nya kepada manusia, bukan sebaliknya, karena bagaimana mungkin ciptaan (object) yang berdosa bisa atau layak membentuk penilaian atas Sang Khalik (subject) yang Mahasuci dan tak terbatas? (Roma 11:33-34)

Karena itu, sorotan dari kolom bahasa ini adalah atas ungkapan benefit of the doubt itu sendiri dari manusia ke manusia yang harus kita pahami definisi dan konteksnya dalam bahasa penutur asli (English), dan bukan atas kata tunggal benefit atau doubt secara terpisah -- walaupun ada nuansa asimilasi arti harafiah dari keduanya terbaur dalam ungkapan ini. Namun yang pasti, dari kekayaan perbendaharaan suatu bahasa kita dapat belajar menjadikan dunia ini rumah besar yang lebih indah dan damai apabila para penghuninya saling memberi 'benefit of the doubt' secara generous. Meski susah, meski tidak mudah. (EJ)

Friday, March 21, 2008

I Can't Believe...!

Lebih dari delapan tahun yang lalu, ketika menjejakkan kaki pertama kali di Australia dan termangu di atas balkon rumah homestay yang saya tumpangi, saya berteriak kepada diri sendiri dan Tuhan: "I can't believe I'm in Australiaaa!!" Ketika tinggal menghitung hari-hari menjelang saat mengakhiri masa lajang, kembali ada teriakan dalam hati: "I can't believe I'm getting married!" Sesaat setelah putri pertama kami lahir –bahkan terkadang hingga saat ini– saya pun berteriak (tanpa suara) dengan bersyukur: "Lord, I can't believe you gave us a child!"

Sebetulnya kalau mau, saya bisa menyerukan teriakan yang sama setiap hari dalam hampir setiap adegan kehidupan. "I can't believe I could get up this morning with a healthy body!" "I can't believe I could enjoy this nice dinner!" "I can't believe I've got a new job already!" "I can't believe I have my parents here with me now!" "I can't believe this! I can't believe that!"

Daftar teriakan "I can't believe…!" ini tidak akan pernah bisa selesai sepanjang hari-hari kita bergantung dan berharap kepada Tuhan. Kita mengakui apa pun yang kita miliki baik dari hasil usaha, kerja, kecerdasan kita maupun sekadar hoki atau yang nampaknya kebetulan semuanya adalah bersumber dari Sang Khalik Sendiri. Terdengar sederhana, namun konsep pengakuan khas Kristen berjudul Soli Deo Gloria (segala kemuliaan hanya milik Allah) ini sulit dianut oleh banyak orang yang merasa dirinya adalah tuhan-nya.

Melangkah lebih jauh, adakah kita hanya bisa mensyukuri berkat jasmani (uang, karier, kesehatan, keluarga) namun merasa janggal untuk juga berteriak: "I can't believe, o Lord, you have to suffer so much, tortured, humiliated, crucified on the Cross just for the sake of us this lowly creature!" Demi memenuhi tuntutan (standar) keadilan Allah, Kristus harus menghadapi pengadilan yang paling tidak adil dan mengalami ketidakadilan terbesar begitu rupa sepanjang sejarah manusia. Akan tetapi, pada poin inilah bersandar keunikan iman Kristen dibanding pelbagai agama lain. Dengan adanya konsep substitusi (penggantian), kita dapat membuktikan kepada dunia keberadaan dua sifat Ilahi dari Tuhan yang berkenaan dengan 'masa depan' manusia sesudah kehidupan di bumi ini.

Maha Pengasih dan Mahaadil. Tanpa Allah menuntut segala hutang dosa dan ketidaksempurnaan kita manusia dilunasi dengan penumpahan darah (Ibrani 9:22) –sebagaimana dulu dosa manusia dibayar dengan menumpahkan darah hewan (ingat peristiwa Abraham/Ishak & Hari Raya Idul Adha), Allah tidaklah Mahaadil. Di pihak lain, tanpa Allah Bapa mendesain Rencana Keselamatan dengan mengutus Allah Anak ke dalam dunia menjadi manusia dalam Diri Yesus Kristus untuk men-substitute penghukuman akibat dosa yang seharusnya kita terima, jelas Dia bukan Allah yang penuh Kasih. Ingat ilustrasi seorang hakim yang harus menegakkan keadilan dengan menghukum mati adiknya yang bersalah, tetapi kemudian diam-diam menggantikan adiknya dari hukuman mati itu. Tuhan Yesus bersabda: "Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yoh 15:13).

Hidup kita penuh dengan lompatan-lompatan iman yang diwarnai dengan teriakan "I can't believe…!" Pada hari ketiga nanti (Minggu) ketika kita akan merayakan Kebangkitan Yesus (kemenangan atas maut), Saudara dan saya dapat berseru: "I can't believe He is risen! He is risen from the dead! He is risen indeed!" Jesus is indeed true Lord & God. Selamat memperingati Jumat Agung dan semakin menyelami keagungan maknanya! (EJ)

ditulis di atas kereta untuk
Warta Jemaat Indonesian Reformed Church, Sydney
21 Maret 2008